Jejamo.com, Lampung Utara – Kondisi Semi Ariyanti Asharani atau disapa Noni sangat memprihatinkan. Gadis berusia 20 tahun ini menderita kelainan yang membuatnya lumpuh dan hanya bisa terbaring di tempat tidur sejak lahir. Jangankan untuk berdiri, untuk duduk saja tubuhnya tidak kuat untuk menopang.
Sejak ayahnya pergi pada 14 tahun silam, tiap hari Noni dirawat oleh ibunya Temu Susanti. Mereka berdua tinggal di sebuah kontrakan di RT 001, RW 001, Tanjung Aman, Kotabumi Selatan, Kotabumi, Lampung Utara.
“Kami hanya tinggal berdua. Suami saya pergi tanpa meninggalkan kabar 14 tahun lalu,” ujar Temu Susanti saat ditemui jejamo.com, Jumat, 15/1/2016.
Sambil mengusap kepala anaknya, Temu Susanti merasa sangat sedih setiap kali melihat anaknya yang hanya dapat terbaring di atas tempat tidurnya.
“Kadang tak kuat kalau lihat anak saya seperti ini. Duduk tak bisa, bicarapun tak bisa. Harusnya dia sekarang sudah menjadi gadis. Saya sering sedih saat melihat anak-anak gadis lain sebayanya, harusnya anak saya sudah seperti mereka juga,” ujarnya sambil mengusap air mata yang mulai terlihat membasahi pipinya.
Temu Susanti mengatakan, menurut hasil pemeriksaan dari dokter, Noni mengidap penyakit saraf polio (SP). Tiap bulan sekali ia harus membawa Noni ke pelayanan kesehatan setempat untuk melakukan kontrol dan menebus obat.
Temu Susanti menuturkan, sejak lahir sampai saat ini anaknya tidak bisa bicara. “Noni hingga kini belum pernah sekalipun memanggilnya ibu. Saya ingin sekali mendengar suaranya memanggil saya ibu.” ungkapnya dengan wajah sendu berurai air mata.
Tepat duduk di samping sang anak, Temu Susanti bercerita tentang kesehariannya bersama anaknya. “Setiap hari saya hanya menghabiskan waktu di kontrakan ini untuk mengurus dan menemani anak saya. Semua pekerjaan yang saya jalani sebisa mungkin saya lakukan di kontrakan,” tuturnya.
Untuk menyambung hidup selain mengandalkan dari pensiunan sang suami, Temu Susanti membuka jasa pangkas rambut wanita di kontrakannya. Selain itu, dengan segala keterbatasan, Ia juga menerima jasa pembuatan parsel dan mahar pengantin.
“Meskipun ada uang pensiunan suami saya dari sekolah, tapi itu jauh dari kata cukup untuk menopang kebutuhan kami berdua. Makanya, semampunya apa yang bisa saya kerjakan di ruangan ini akan saya kerjakan,” sambungnya.
Temu Susanti mengaku, sejak lima tahun yang lalu hingga saat ini menerima dana bantuan dari Dinas Sosial Lampung Utara, jumlahnya sebesar Rp3.600.000 setiap tahunnya, yang pencairannya dilakukan tiga kali dengan nominal Rp1.200.000 tiap cair.
Uang itu ia gunakan untuk membayar biaya kontrakan selama satu tahun dan kebutuhan listrik. “Bantuan itu hanya cukup untuk kebutuhan tempat tinggal dan listrik. Saya berharap, pemerintah dapat memberi perhatian lebih atas kondisi kami ini,” harapnya.(*)
Laporan Wahyu, Wartawan Jejamo.com