Jejamo.com – Situasi di Semenanjung Korea kian memanas. Setelah Korea Utara sukses dalam uji coba bom hidrogen mereka, Korea Selatan dan sekutunya Amerika Serikat kini mulai memprovokasi dengan menerbangkan pesawat pengbom canggih B-52.
Pesawat pengebom B-52 milik Amerika Serikat itu terbang melintasi wilayah udara Korea Selatan dengan sejumlah pengawalan jet penyerang. Amerika sendiri secara penuh mendukung upaya Korea Selatan menjaga stabilitas dan keamanan di Semenanjung Korea.
Seperti dilaporkan Tempo.co dari BBC pada 10 Januari 2015. B-52 memamerkan aksinya dekat perbatasan Korea Utara dan Korea Selatan. Aksi ini disebut pihak Korea Selatan sebagai bentuk unjuk kekuatan kekuatan aliansi antara Amerika Serikat dan Republik Korea Selatan.
“AS adalah negara yang selalu teguh dalam komitmennya untuk membela Korea Selatan, dan itu termasuk pencegahan yang disediakan oleh pasukan konvensional dan payung nuklir kami,” ujar Letnan Jenderal Terrence O’Shaughnessy.
Pusat pemerintahan Amerika di Washington kini juga tengah mempertimbangkan untuk mengirim sebuah kapal induk ke wilayah tersebut. Pesawat pengebom B-52 selama ini dijadikan sebagai senjata pilihan Pentagon untuk mengirim pesan dalam beberapa tahun terakhir. Pesawat tempur itu telah menjadi tulang punggung armada bomber AS sejak tahun 1950.
Pesawat B-52 dikenal sebagai kendaraan yang sangat diandalkan untuk membawa bom nuklir dan bom konvensional, serta rudal jelajah. Teknologi B-52 telah terus-menerus ditingkatkan dengan mesin baru, elektronik dan persenjataan.
Namun hingga kini masih belum ada ada reaksi dari Korea Utara terkait aksi B-52 di langit Korea tersebut.
Uji coba bom hidrogen yang dilakukan Korea Utara minggu lalu telah memperburuk hubungan antara Seoul dan Pyongyang yang secara teknis memang masih dalam situasi perang.
Sebelumnya, Seoul telah melakukan siaran propaganda dengan menggunakan loudspeaker raksasa di zona demiliterisasi yang memisahkan kedua negara. Mereka memainkan lagu-lagu pop Korea dan sejumlah pengumuman bernada provokasi.
Langkah ini kemudian dianggap sebagai pernyataan perang oleh Korea Utara. Mereka kemudian mengerahkan lebih banyak pasukan tambahan keperbatasan kedua negara.(*)
Tempo.co