Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Politik Identitas Pada Pilkada Lampung, Pembodohan dan Membelah Masyarakat

Salah satu Calon Walikota di Metro, yang sangat aktif menggunakan simbol dan idiom budaya Jawa, saat sosialisasi, maupun di Media Sosial. Pakaian adat Jawa bukanlah pakaian keseharian Mufti saat belum mendeklarasikan diri pada bursa Cawalkot Kota Metro.

Jejamo.com, Kota Metro – Sejarawan dan Sastrawan Lampung, Arman A.Z, meminta Calon Kepala Daerah berhenti menggunakan simbol dan idiom budaya untuk menarik simpati etnik Jawa.

“Tak penting calon-calon kepala daerah menggunakan simbol etnik. Yang terpenting bagaimana komitmen mereka untuk melestarikan dan mengembangkan budaya lokal dan tetap memberi ruang untuk budaya non-Lampung” katanya kepada Jejamo.com, Senin 19/10/2020.

Selain pembodohan budaya. Menggunakan simbol etnik untuk kepentingan politik beresiko membelah masyarakat ditempatnya. Kemunculan sentimen SARA tentu menjadi kerusakan jangka panjang akibat politik identitas.
“Sentimen SARA kemungkinan terburuk, calon-calon itu tanpa sadar sudah membelah masyarakat ditempatnya” tekan peneliti Van Der Tuuk (Penyusun Kamus Bahasa Lampung Pertama) ini.

Kecendrungan calon kepada daerah menggunakan kostum Jawa, menjadi politik identitas yang pragmatis, sempit dan minim wawasan. Menurut Arman, simbol dan idiom budaya hanya dijadikan sebagai tunggangan oleh calon kepala daerah untuk mendulang suara.

“Dan Kalau pun terpilih tidak ada jaminan mereka menjadikan budaya sebagai pondasi membangun daerah” tambah Arman.

Arman A.Z dikenal sebagai Sastrawan sekaligus peneliti sejarah dan budaya Lampung. Ia banyak menghabiskan waktu meneliti penulis Kamus Bahasa Lampung pertama, Herman Neubronner Van Der Tuuk (1824-1894).

Arman menjelajahi data dan karya Van Der Tuuk dari Sumatera Utara, Surabaya, Bali, Singapura, Melaka (Malaysia), hingga Leiden (Belanda).

Riset Arman berbuah hasil. Atas biaya dari Lampung Peduli, pada Februari 2014 ia dan timnya memulangkan Kamus Bahasa Lampung karya HN Van Der Tuuk, yang tanpa diketahui telah tenggelam selama 1.5 Abad dilautan naskah dan dokumen kuno perpustakaan Leiden, Belanda. [Arif]

_____________________________________

Catatan redaksi: HN Van Der Tuuk, bukanlah orang Indonesia. Ia peranakan Belanda dan Jerman yang lahir di Melaka, Malaysia. Ia juga tidak hidup dan menetap di Lampung

Namun, atas kecintaannya terhadap keragaman bahasa daerah, ia menelusuri pelosok Lampung pada 1868-1869. Menembus belantara guna kepentingan menyusun Kamus Bahasa Lampung. Hasilnya Kamus yang banyak memuat kosakata kuno Lampung setebal 600 halaman.
Alat transportasi Van Der Tuuk sebatas Gerobak Sapi dan Perahu.

Bagaimana dengan para calon kepala daerah di Lampung? yang justru lahir, mengais rezeki, dan hidup di tanah Lampung. Alih-alih memiliki dedikasi, bahkan memiliki komitmen dan turut serta melestarian budaya Lampung pun tidak. Tak malu dengan Van Der Tuuk?

Populer Minggu Ini