Jejamo.com, Kota Metro – Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Metro bakal meninjau ulang izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Hotel Aidia Grande yang tidak sesuai ketentuan.
Kepala Seksi (Kasi) Pengaduan DPM-PTSP, Ame Aprilia, mengatakan ada dua solusi bagi pelanggaran mendirikan bangunan di daerah aliran sungai (DAS). Izin PBG-nya dicabut atau harus mengembalikan fungsi dari lahan yang telah dibangun sesuai prosedur.
“Ya gitu. Jadi, kalau melanggar, perizinannya bisa dicabut atau dia harus memperbaiki bangunan tersebut sesuai dengan prosedur yang ada,” kata Ame Aprilia saat dikonfirmasi Jejamo.com di Mal Pelayanan Publik (MPP), Jumat, 23/12/2022.
Ame mengatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan tim teknis yang berperan merekomendasikan izin PBG Hotel Aidia Grande ke DPM-PTSP, yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) juga Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Jadi gini, karena sekarang kan sistem perizinannya sudah pakai PBG, maka pengusaha itu langsung urus dulu dokumen ke bagian kesekretariatan PBG di Dinas PUTR. Nah, nantinya tim teknis yang terdiri dari DLH dan Dinas PUTR akan turun untuk meninjau kelayakan di sana. DPM-PTSP ini hanya mengeluarkan izin saja, sesuai dengan rekomendasi tim teknis itu,” jelasnya.
“Kita tidak bisa asal mencabut izin seseorang. Itu nantinya akan kita rembukan lagi bersama tim teknis yaitu Dinas PUTR dan DLH,” sambungnya.
DPM-PTSP akan menempuh langkah tersebut sebagai tindak lanjut dari hasil tinjauannya, bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Plt Kepala Satpol PP Kota Metro, Jose Sarmento, menyebut pendirian bangunan milik Hotel Aidia Grande diduga melanggar ketentuan membangun di sekitar DAS. Dari hasil tinjauan, sejumlah bangunan yang berdiri di atas anak sungai diduga menjadi salah satu pemicu banjir yang kerap merendam permukiman warga sekitar.
“Tadi setelah kita cek memang ada dugaan pelanggaran ya di Hotel Aidia, karena memang membangun di atas aliran irigasi. Untuk pihak hotel, kita juga sudah menyuratinya,” kata Jose.
Berdasarkan data yang dihimpun Jejamo.com, terdapat sederet regulasi yang mengatur tentang pendirian bangunan di DAS. Seperti tertuang di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, telah diatur jarak bangunan yang harus berjarak setidaknya 10 sampai 20 meter dari bibir sungai dan ada larangan tegas untuk mendirikan bangunan di sekitar sungai, anak sungai, drainase atau irigasi.
Dalam Pasal 5 Permen PUPR RI Nomor 28/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau dan UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan, terdapat penetapan lebar garis sempadan sungai, irigasi dan saluran drainase.
Kemudian juga di UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat ketegasan berupa ancaman pidana bagi pelanggar pembangunan di DAS. Disebutkan dalam Pasal 25 Huruf b dan d, serta pada Pasal 36, bahwa bagi orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan kerusakan air dan prasarananya dan pencemaran air, diancam pidana paling lambat 3 tahun, paling lama 9 tahun, dengan denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak Rp 15 miliar. Kemudian, pada Pasal 40 Ayat 3, dikatakan apabila sengaja melakukan kegiatan konstruksi prasarana sumber daya untuk kebutuhan usaha tanpa izin, dapat dipidanakan 3 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.(*)[Anggi]