Selasa, November 12, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Raden 90 Tahun Tukang Servis Payung di Bandar Lampung, Sindir Ustaz Kasih Makan Sambil Celoteh

Raden, tukang servis payung di Bandar Lampung. | Riana/Jejamo.com
Raden, tukang servis payung di Bandar Lampung. | Riana/Jejamo.com

Jejamo.com, Bandar Lampung – Di tengah bisingnya Kota Bandar Lampung seperti saat ini, nyatanya masih saja ada istilah kesendirian dalam keramaian. Raden, pria yang sudah berumur 90 tahunan ini, hampir setiap hari duduk bersila di bawah pohon yang cukup meneduhkan di depan Kantor Telkom, Jalan Sultan Agung.

Dia ditemani sepeda ontelnya yang biasa tersender pada tiang lampu merah. Karena letaknya duduk berada tepat di pinggir jalan perempatan lampu merah Way Halim, memudahkan orang melihatnya. Ia berada di keramaian, namun sendiri, sabar duduk berharap pelanggan datang.

Rambutnya yang putih tertutup dengan topi kerjanya yang terlihat sudah usang, alas kakinya sudah tidak tebal, namun nyatanya alas kaki yang mungkin bagi kebanyakan orang tidak lagi layak dipakai itu dapat menopang tubuh seorang lansia penyuka klub Manchester United ini berjalan berkilo-kilometer untuk mencari rupiah penyambung hidup.

Langkah kaki yang tidak lagi kokoh serta tubuhnya yang membungkuk, tabah menyusuri rezeki dari rumahnya di Jalan Untung Suropati menuju Jalan Sultan Agung.

“Rumah ya walau seadanya alhamdulillah punya sendiri. Cuma tanah numpang punya orang,” jawab Raden saat ditemui di tempat mangkalnya. Anak istri udah pada bubar, misah sendiri-sendiri,” tambahnya kepada jejamo.com beberapa waktu lalu.

Raden bercerita, anaknya sudah memiliki keluarga dan kehidupan sendiri-sendiri. Namun, saat d singgung soal istri, ia bungkam.

Ia mengerjakan semua pekerjaan rumah sendirian, mulai dari menyapu, mencuci piring, dan sebagainya.  Kalau masalah makan, ia selalu membeli. Ia tidak cukup pandai memasak.

Dewasa ini, jarang ditemui seorang tukang servis payung. Rata-rata orang, memilih membeli payung baru ketimbang memperbaiki yang lama. Harga payung di pasaran pun terbilang terjangkau.

Raden tetap menekuni pekerjaannya sebagai tukang servis payung sejak tahun 1990 hingga sekarang. Ia perhatikan benar detail payung yang patah. Ia perbaiki.

Baginya, sudah mahir jika memperbaiki yang rusak. Tersusun rapi payung-payung milik pelanggan di badan sepeda miliknya. Ada yang belum diperbaiki, ada juga yang sudah namun belum diambil si empunya.Biasanya ia mulai pergi pukul 10.00 dan pulang usai azan asar.

Raden sebelumnya bekerja sebagai tukang cukur. Penghasilannya sekarang tidak menentu, mulai dari Rp20 ribu sampai Rp50 ribu per hari. Terkadang ia pulang tanpa membawa uang. Tidak ada uang sama dengan tidak makan baginya.

Namun, beberapa orang yang menjumpainya terkadang iba melihat keadaannya. Ada saja yang memberi Raden uang atau makanan. Dia tidak meminta-minta.

“ Usaha ini ya sebab doang, nanti rezeki mah ada aja. Tapi, nakalnya saya, kalau malam males salat, cukup doa saja. Habisnya dingin, kali itu yang buat rezekinya sedikit,” tambahnya lagi sembari menggaruk tangan kirinya yang terlihat membintik dan terkelupas.

Bapak yang mengaku memiliki 20 anak ini tidak pernah merasa malu atas apa yang orang-orang berikan kepadanya. Menurutnya, itu adalah rezeki dari Allah Swt.

Namun, lontaran kata orang yang memberinya terkadang membuat hatinya tersinggung. Pernah suatu ketika di pengujung bulan puasa beberapa tahun silam. Ada seorang ustaz yang ia menemui saat hendak salat zuhur di masjid dan memberikan dia beberapa potong kue dan ayam sayur.

Raden berterima kasih dan mengucap syukur. Namun, sang ustaz berkata, “Bapak, kalau nanti makan ada yang lihat, kasih ya”.

“Nah, itu kan enggak baik. Kalau sudah dikasih ya dikasih saja, terserah saya, jangan diatur-atur,” kata Raden.

“Ada lagi ustaz cakep, pakai sedan, pakai kain, pakai kopiah, ngasih duit sepuluh ribu, saya terima. Alhamdulillah rezeki. Eh kok itu ustaz malah nanya saya salat apa enggak” tambahnya.

“Ustaz mah cuma ngomong aja. Bayar zakat sama sedekah hitung-hitungan. Mending yang bukan ustaz. Sedekah ya sedekah. Kalau enggak mau, ya enggak usah ngasih,” tambahnya sembari tertawa kecil.

Tidak tahu mengapa ia sedikit tertawa, mungkin karena ucapannya, atau ucapan sang ustaz yang ia temui. Banyak yang memberi kepada Raden.

Hati mana yang tidak tersentuh melihat kakek tua renta hidup sebatang kara dan menghidupi dirinya dari payung. Tidak mau jadi peminta-minta, ia tetap berusaha.(*)

Laporan Riana Mita Ristanti, Kontributor Jejamo.com

Populer Minggu Ini