Jejamo.com, Bandar Lampung– Ribuan warga yang tinggal di Kelurahan Way Dadi, Way Dadi Baru, Kopri Jaya, Sukarame, Bandar Lampung, akan tetap mempertahankan tanah seluas 300 hektar yang saat ini statusnya menjadi Hak Pengguna Lahan (HPL) oleh Pemerintahan Provinsi Lampung,
“Kami beri waktu dua minggu kepada pemerintahan Provinsi Lampung, untuk memberikan keputusan tuntunan kami. Karena, kami ada warga yang tinggal disitu sudah 50 tahun. Jadi, kami akan mempertahankannya,” ujar Koordinator Aksi, Herry Roanting, kepada jejamo.com, Kamis, 24/11/2016.
Menurutnya, warga telah dibohongi bahwa pengukuran tanah yang dilaksanakan baru-baru ini, dikatakan oleh petugas di kantor kecamatan Sukarame, warga diminta tak usah khawatir. “Petugas itu bilang kepada kami pengukuran ini untuk didata siapa pemiliknya dan akan segera ditertibkan sertifikatnya. Namun, itu bohong sama saja itu menggorok masyarakat,” tuturnya.
Ia menambahkan, warga juga dituduh menyerobot lahan Pemrov Lampung. Dia mengatakan, justru Pemrov lah yang menyerobot lahan milik masyarakat Way Dadi dan sejumlah warga menolak dengan keras tanahnya dijual atau dilelang dengan cara apapun.
“Kami nyatakan bahwa kami bukan menyerobot lahan Pemrov, bahkan sebaliknya Pemprov lah yang mencaplok tanah kami, kami juga belum pernah mendengar di Republik Indonesia (NKRI) ini pemerintah menjual tanah kepada warga masyarakat,” ungkapnya.
Dia juga menuturkan, berbagai usaha telah ditempuh warga, melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) mulai dari Tim 7, 9, 11 dan sampai dengan Tim 7 untuk mendapatkan hak warga memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama perorangan.
“Usaha kami selalu gagal karena terganjal oleh sertifikat HPL tahun 1995 seluas 89 Hektar yang diklaim oleh Pemprov Lampung milik mereka yang tumpang tindih dilahan pemukiman rakyat seluas 300 Ha berdasarkan SK Mendagri tahun 1980. Kami merasa didzolimi diperlakukan tidak adil,” pungkasnya.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com