Jejamo.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai bakal tidak independen dan tidak profesional dalam bekerja jika hanya diisi oleh geng atau orang terdekat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI). Maka itu, mantan menteri kordinator bidang kemaritiman Rizal Ramli mengingatkan agar OJK tidak diisi oleh geng Sri Mulyani Indrawati.
“Jangan sampai hanya diisi oleh geng-geng SMI. Itu bahaya,” ujar Rizal di Jakarta, dilansir sindonews, Selasa 28/2/2017).
Proses seleksi OJK yang sangat tertutup dan tidak obyektif pun disorotinya. Menurut Rizal, ada kesan penilaian didasarkan pada rasa suka (like) dan tidak suka (dislike) serta faktor kedekatan dengan anggota panitia seleksi (Pansel). “Saya lihat kurang terbuka dan tidak obyektif,” paparnya.
Dia mengaku ikut merancang Undang-undang pembentukan OJK. Karena itu, mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini, meminta agar proses seleksi anggota Dewan Komisioner OJK dilakukan secara terbuka, objektif, dan independen.
Pada Sabtu 25 Februari 2017 lalu, Pansel OJK telah mengumumkan 35 nama yang lolos ke tahap II. Ke-35 nama tersebut akan diseleksi lagi hingga tinggal 14 nama untuk diserahkan ke Presiden Joko Widodo.
Pansel sendiri diketuai Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan anggota Menko Perekonomian Darmin Nasution, Gubenur Bank Indonesia Agus Martowardojo, dan sejumlah anggota lainnya.
Sebelumnya, anggota Komisi XI M Hatta menilai seleksi anggota OJK sarat kepentingan dari Pansel. Kepentingan politik yang bermain bukan dari Presiden Jokowi, tetapi dari unsur anggota Pansel sendiri.
Kepentingan bisa untuk menguasai OJK, bisa juga memakai OJK untuk kepentingan Pemilu 2019. Apalagi sudah beredar informasi, ada yang berniat maju menjadi calon presiden atau calon wakil presiden pada Pemilu 2019.
“Pak Jokowi sih saya melihat tidak ada kepentingan. Beliau tidak masuk ke hal-hal detail. Beliau hanya garis besar dan unsur makro saja,” kata Hatta.
Sementara rekan Hatta dari Komisi XI, Refrizal mempertanyakan tidak lolosnya dua anggota Komisi XI yakni Melchias Markus Mekeng dan Andreas Eddy Susetyo. Dia curiga ada sikap anti partai dari anggota Pansel.(*)