Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Romi Aprilyansa, Ikhtiar Wujudkan Kopi Petik Merah Hutan Batutegi Jaya di Negeri Sendiri

Romi Aprilyansa (kiri). | Dokumentasi

Jejamo.com, Bandar Lampung – Pengusaha muda Lampung, Romi Aprilyansa, bersama beberapa rekan, memacu kualitas kopi hutan Lampung asal Batutegi, Tanggamus.

Romi bermitra dengan sejumlah petani kopi di Batutegi yang juga merupakan mitra dari KPH (Kuasa Pemangku Hutan) Batutegi agar menanti sampai buah kopi merah dan siap dipetik.

“Makanya lazim kami sebut kopi petik merah,” kata alumnus SMAN 2 Bandar Lampung itu kepada jejamo.com hari ini via percakapan WhatsApp.

Romi ingin petani mendapatkan harga yang layak dan manusiawi. Syaratnya, tidak cepat-cepat memetik buah kopi sampai usianya matang dan pas untuk dipanen.

“Kebanyakan karena sudah berutang dengan tengkulak, maka cepat-cepat dipanen. Apalagi yang sudah terlilit utang,” lanjutnya.

Romi juga ingin penikmat kopi di Lampung benar-benar merasakan citarasa kopi lokal dengan kualitas premium namun dengan harga terjangkau.

Romi mengatakan, ia ingin, kultur minum kopi yang berkualitas bagus itu menjadi budaya baru di Lampung.

Romi juga mengatakan, pilihan kopi hutan ini juga punya pesan konservasi yang kental.

Sekental kopi hutannya ya, Haji Romi? Hehehe.

“Kampanye saya lebih pada menjaga hutan,” kata sarjana teknik lulusan Unila itu.

Romi Aprilyansa saat menjadi instruktur pengolahan kopi di Pringsewu. | Dokumentasi

Romi bilang, kopi hutan yang ia kembangkan ini, dipanggang dengan lebih ringan dengan kisaran suhu kelaur di 220 derajat Celsius.

“Supaya citarasa yang berkualitasnya jadi optimal,” kata dia.

Romi mengklaim, kopi yang ia besut ini sedikit lagi masuk single origin.

“Karena skor kualitas rasa bisa masuk di skala 8 dari 10 hasil laboratorium Puspiloka (Pusat Penelitian Kopi dan Cokelat),” ujar dia.

Romi menuturkan, kopi lampung jika prosesnya benar dan tidak dipaksa buru-buru dijual, bisa berkualitas prima.

Ia juga ingin mengubah stigma kalau kopi lampung itu hanya pahit.

“Sebetulnya enggak juga. Enggak benar persepsi soal pahitnya saja. Orang Lampung juga mesti mau mencoba varian kopi yang lain,” tuturnya.

Minimal, lanjut Romi, petaninya mengerti kopi yang enak itu yang seperti apa.

“Selama ini petani kopinya minum kopi campur jagung dan beras. Kan enggak sinkron,” kata pria yang hobi memotret dan bersepeda jarak jauh ini.

Menurut Romi, ia dan kawan-kawannya pelan-pelan membantu membina kelompok ibu-ibu di Batutegi Ulubelu, Tanggamus, yang mulanya diinisiasi sebuah lembaga swadaya masyarakat berbasis lingkungan hidup.

Tujuannya, supaya mereka tahu cara memproduksi kopi yang baik itu seperti apa.

“Minimal buat konsumsi daerah mereka sendiri,” kata dia.

Romi bahkan “menantang” kopi petik merah yang sedang ia kembangkan dengan kopi luwak yang disebut-sebut sebagai kopi terenak sedunia.

“Secara rasa, biological fermented ala kopi luwak bisa dikalahkan dengan kopi petik merah dengan proses pascapanen yang melibatkan fermentasi,” ujar Romi.

Ia yakin dengan mempertahankan buah kopi yang benar-benar matang, kopi hutan yang ia kembangkan bisa berjaya. Setidaknya, menjadi tuan rumah di provinsi sendiri. [Sugiono]

Populer Minggu Ini