Jejamo.com, Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) harus didorong agar memiliki mekanisme yang lebih transparan dan mengedepankan asas keadilan.
“Mengingat undang-undangnya akan menjadi payung hukum bagi kementerian dan lembaga untuk meningkatkan penerimaan negara khususnya dari sektor nonpajak, maka mekanisme yang lebih transparan menjadi penting,” ujar legislator asal Lampung Ahmad Junaidi Auly di sela Sekolah Konstitusi yang digelar Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) di Gedung Nusantara V Kompleks MPR-DPR-DPD RI, Jakarta, Rabu, 1/2/2017.
Junaidi sendiri masuk dalam Panitia Kerja (Panja) Pembahasan RUU yang rencananya akan menggantikan Undang-Undang Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak itu.
“Salah satu titik berat pembahasan RUU ini yaitu pemerintah ingin memperbaiki mekanisme penyusunan tarif PNBP di setiap kementerian dan lembaga, serta persoalan transparansi tadi,” ujar anggota Komisi XI ini.
Menurut alumnus Insitut Pertanian Bogor ini, jika sudah menjadi undang-undang kelak UU PNBP diharapkan dapat membuka ruang yang lebih besar untuk meningkatkan penerimaan negara bukan pajak.
Junaidi menjelaskan, PNBP berpotensi untuk dioptimalkan khususnya dalam menopang APBN 2017.
“Kami berharap UU ini akan memfasilitasi serta mendukung optimalisasi pemanfaatan potensi-potensi penerimaan nonpajak. namun tetap memperhatikan asas keadilan,” lanjut mantan Ketua DPW PKS Lampung ini.
Lebih jauh Junaidi menjelaskan, pembahasan RUU PNBP bukan hanya harus berfokus pada peningkatan penerimaan negara, melainkan juga tetap mempertimbangkan kapasitas perekonomian agar tidak mengganggu iklim investasi.
Pada postur APBN 2017 sendiri ditetapkan jumlah pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun. Jumlah ini terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.489,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp250 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp1,4 triliun.
Sebagaimana diketahui bahwa belanja negara tahun 2017 mencapai Rp2.080,5 triliun dengan defisit anggaran terhadap PDB mencapai 2,41% atau sekitar Rp330,2 trilun.(*)
Laporan Widyaningrum, Wartawan Jejamo.com