Senin, November 11, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Sengketa Lahan PT SGC dengan Warga, Pansus DPRD Tulangbawang Indikasikan Ada Pelanggaran Hukum Tata Ruang

Ketua Pansus SGC DPRD Tulangbawang Novi Marzani. | Jejamo.com

Jejamo.com, Bandar Lampung – Panitia Khusus (Pansus) PT Sugar Group Companies (SGC), DPRD Tulangbawang, mengindikasikan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan perusahaan tersebut. Di antaranya terkait tata ruang wilayah dengan mencaplok lahan konservasi.

“Adanya lebung yang artinya bawang yang mestinya untuk untuk masyarakat di sana (Tulangbawang) tapi kenyataannya digusur. Padahal itu di luar HGU (Hak Guna Usaha). Ada ratusan  bahkan ribuan kepala keluarga tidak ada lagi karena sudah diusir semua. Padahala jelas yang namanyaa lahan konservasi tidak masuk dalam HGU, ternyata masih masuk dalam HGU. Kami telah memanggil pegawai tata ruang dan kenyataanya banyak yang dilanggar,” ujar Ketua Pansus SGC Novi Marzani di Bandar Lampung, Selasa, 14/11/2017.

Novi menambahkan sedikitnya ada 59 yang disimpulkan Pansus SGC terkait konflik masyarakat dengan koorporasi besar yang ada di Lampung itu. Dari poin-poin tersebut terdapat tiga permasalahan yakni pertama terhambatnya bantuan program pemerintah, baik pusat, provinsi, dan kabupaten untuk masyarakat setempat. Lalu kedua, terkait adanya perbedaan pendapat terkait luas lahan HGU perusahaan yang memproduksi gula tersebut.

“Yang ketiga, dalam penerbitan HGU kepada anak perusahaan SGC terindikasi kuat terjadi tindak pidana tata ruang,” jelas wakil rakyat dari Partai Gerindra itu. Hal tersebut menurutnya merupakan hasil kerja dan kesimpulan Pansus SGC DPRD Tulangbawang yang telah disampaikan ke pimpinan DPRD Tulangbawang pada 10 November 2017.

Warga di Gedung Meneng dan Dente Teladas, Tulangbawang, menurut Novi dirugikan secara berkelanjutan karena tidak bisa disentuh oleh program pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten.

Masyarakat di sana tidak bisa mengikuti program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) untuk mengurus sertifikasi kepemilikan tanah atau lahan. Padahal, lanjut Novi, warga di sana  sudah tinggal turun temurun  di wilayah tersebut jauh sebelum hadirnya perusahaan tebu dan pabrik gula  yang kini dikuasai oleh PT SGC.

Sementara, terkait adanya perbedaan pendapat terkait luas lahan HGU PT SGC, Novi menjelaskan sesuai dengan peta topografi tahun 1996 dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), yang kini menjadi Badan Informasi Geospasial–sebuah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial, disebutkan bahwa permukiman masyarakat yang disebut umbul sudah ada. Dan penduduk asli di Gedung Meneng dan Dente Teladas belum pernah melepaskan hak atas tanah mereka kepada siapapun.

Novi melanjutkan, berdasarkan data peta tematik izin HGU PT Indo Lampung Buana Makmur (ILBM), PT Indo Lampung Perkasa (ILP), dan PT Indo Lampung Cahaya Makmur (ILCM) jelas terlihat bahwa  hak atas tanah masyarakat dimasukan ke dalam HGU.

 

Pansus SGC mencatat adanya perbedaan pendapat luas lahan yang dikuasai PT SGC. Berdasarkan keterangan dari  Kepala BPN Lampung seluas 71  ribu hektare, sedangkan menurut mantan Bupati Tulangbawang Abdurachman Sarbini ada sekitar 100 ribu hektare lahan negara diserobot PT GPA. Menurut PT GPA seluas 125 ribu hektare. Menurut Gunawan Yusuf dan Heru Sapto, petinggi PT SGC, bahwa PT GPA  terdiri dari PT SIL dan PT ILP seluas 40 ribu hektare yang ditanami tebu, masing-masing seluas 20 ribu hektare. Keterangan ini melebihi HGU PT SIL seluas 12.860,66 hektare dan PT ILP memiliki izin usaha seluas 8.762 hektar.

Novi juga menjelaskan hasil kesimpulan pansus terkait penerbitan HGU kepada perusahaan-perusahaan di bawah naungan PT SGC. Menurutnya ada idikasi kuat telah terjadi tindak pidana tata ruang, pertama surat keputusan menteri kehutanan tentang proses pelepasan kawasan hutan produksi Way Terusan register 47 untuk perusahaan-perusahaan yang ada di SGC seluas 64.268,96 hektare yang merupakan tanah kawasan hutan produksi terusan register 47.

Kedua, total luas tanah warga, tanah ulayat atau tanah adat Desa Gunung Aji, Desa Penawar, Desa Gunung Tapa di Gedung Meneng dan Dente Teladas dimasukan dalam izin lokasi seluas 74.635 hektare.

Ketiga, adanya pelanggaran saat  Gubernur Lampung Oemarsono menerbitkan izin usaha perkebunan PT GPA yang diduga bagian perusahaan PT SGC di lokasi register 47 yang merupakan milik dan wewenang departemen kehutanan.

Maka sebab itu, Pansus SGC DPRD Tulangbawang berencana memanggil beberapa pihak yang terindikasi terlibat dengan munculnya permasalahan ini. Di antaranya Gunawan Jusuf (pemilik perusahaan), Lee Couhault (pemilik perusahaan), Fauzi Toha (Site Director SGC), Heru Sapto Handoko (Manager Administrasi SGC), Joyo Winoto (mantan Menteri Agraria), Kepala Kantor Wilayah BPN Lampung, kantor wilayah BPN Kabupaten Tulangbawang, Abdurachman Sarbini (mantan Bupati Tulangbawang), Andy Achmad Sampurnajaya (mantan Bupati Lampung Tengah), Kantor Pajak Kotabumi, Lampung Utara, BPPM Kabupaten Tulangbawang, Oemarsono( mantan Gubernur Lampung), Poedjono Pranyoto (mantan gubernur Lampung), dan Arinal Djunaidi (mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung).

Sementara itu, pimpinan DPRD Tulangbawang dari Fraksi Gerindra, Ali Hasan, mengatakan Pansus SGC DPRD Tulangbawang sudah melewati berbagai macam kejadian hingga kini tersisa 4 orang. Mereka terdiri dari dua wakil Gerindra dan dua orang lainnya dari PKS dan Hanura.

“Saya sudah prediksi dari awal bakal seperti ini. Jika memang kita berani ya berani benar dan tidak setengah-setengah. Masyarakat di dalam sana itu hidup dalam ketakutan. Tidak menikmati listrik, yang mestinya di umur 72 tahun Indonesia merdeka, selayaknya menikmati listri. Belum lagi masalah sertifikat prona, masyarakat di sana juga tidak mendapatkan haknya. Berbeda dengan  wilayah timur sampai presiden yang langsung memberikan sertifikat prona. Ini masyarakat terjajah,” kata Ali Hasan.

“Kami ingin permasalahan ini selesai, tetapi tidak sampai terjadi pertumpahan darah. Karena pihak SGC sudah membentuk pamswakarsa yang anggotanya diambil dari masyarakat juga. Jika warga menguasai lahan maka akan dibenturkan dengan pamswakarsa,” kata Ali yang juga Wakil Ketua I DPRD Tulangbawang.(*)

Laporan Sugiono, Wartawan Jejamo.com

Populer Minggu Ini