Jejamo.com, Jakarta – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri membongkar sindikat pembuat surat keterangan sakit palsu yang dijual secara daring (online) dalam suatu laman situs. Dari pengungkapan ini, penyidik menangkap tiga tersangka yakni, MJS, NDY dan MKM pada tanggal 4 Januari 2018 ditempat yang berbeda.
Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Asep Saripuddin mengatakan, pengungkapan ini berawal informasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa telah beredar surat sakit yang diperjualbelikan melalui media sosial (medsos). “Betul apa yang disampaikan Kemenkes ada akun memperjualbelikan surat sakit. Yang menjual bukan dokter,” kata Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, dilansir Republika.co.id, Jumat, 12/1/2018.
Asep menuturkan, penyidik awalnya menangkap tersangka bernama MJS melalui penelusuran akun instagram @suratsakitjkt. Akun tersebut digunakan untuk memperjualbelikan surat sakit. Tak berhenti sampai sana, penyidik pun mendalami apakah tersangka MJS hanya menjual atau memproduksi sendiri. Kemudian dua orang lainnya terlibat yakni MKM dan NDY.
“MKM menjual di akun medsos jasasuratsakit.blogspot.com sejak tahun 2012. Dia memproduksi dan dibantu oleh NDY yang melakukan marketing,” katanya.
Dari hasil pemeriksaan ketiga tersangka, mereka melakukan aksinya karena faktor eknomi dan mengambil keuntungan. Awalnya, salah satu tersangka bernama MKM yang bekerja di salah satu perusahaan dan suka mencari surat sakit palsu untuk tidak bekerja. “Kemudian ide itu dikembangkan ternyata banyak yang butuh dan dijadikan bisnis,” ucapnya.
Nama dokter yang dijual surat tersebut, para pelaku mengambilnya dari nama-nama dokter yang pernah dilihatnya di jalan-jalan. Para pelaku juga membuat stempel dan kuitansi. Dalam sehari, mereka mengaku ada 50 pemesan dengan harga jual Rp25-50 ribu dengan total keuntungan sebesar Rp 1 juta per hari.
“Dalam hal ini konsumennnya mahasiswa dan pegawai. Bahkan perusahaan mengalami kerugian karena ada surat apotek minta biaya ganti dari perusahaan,” katanya.
Ketiga pelaku mengaku, awalnya melakukan pemalsuan surat karena iseng dan untuk diri sendiri. Namun, melihat banyaknya masyarakat yang membutuhkan maka muncul ide untuk menjadikan hal ini bisnis. Apalagi, tiga tersangka ini adalah pengangguran. “Saya menyesal dan tidak akan mengulangi lagi. Saya awalnya tidak niat,” kata salah satu pelaku.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat Pasal 28 ayat (1) Jo Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan pasal 73 ayat (1) Jo Pasal 77 UU nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pelaku pun saat ini ditahan di Rutan Bareksrim Polri karena diancam dengan hukuman lima tahun penjara.
Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan Sundoyo mengapresiasi tindakan pengungkapan yang dilakukan oleh kepolosian ini. Kasus ini, kata Sundoyo, berkaitan dengan profesi terutama adalah profesi kedokteran. “Ini berkaitan pada umumnya adalah profesi tenaga kesehatan tentu hal ini merusak citra dokter,” kata dia.
Ia juga menilai, pasal yang dikenakan pada para pelaku kasus itu sudah tepat. “Kami pikir pengenaan Pasal terhadap dugaan tindak pidana ini sudah tepat, karena di dalan Pasal 77 itu dikatakan setiap orang yang menggunakan gelar atau atribut lain seolah-olah sebagai dokter, itu dia bisa dikenakan pidana selama 5 tahun,” kata dia menutup.(*)