Jejamo.com, Bandar Lampung – Teknologi Informasi yang berkembang pesat saat ini mampu menghilangkan kebhinekaan suatu negara. Makin banyak informasi yang masuk ternyata juga mampu menghadirkan identitas kelompok-kelompok atau komunitas yang bersifat tertutup.
“Untuk itu saat ini yang terpenting adalah bagaimana intensitas dialog harus semakin ditingkatkan. Sisinilah peran universitas dalam menjaga keberagaman,” ujar Prof Krishna Sen Dekan Sastra dan Sospol University of Western Australia dalam Plenary Sesi ke-3 di ajang AICIS ke-16, GSG IAIN Raden Intan Lampung, Kamis, 3/11/2016.
Menurut Krisna, kita semua harus terbuka dengan kebhinekaan ide, agama, etnis termasuk kebhinekaan orientasi. “Dimomen AICIS ini, saya kira sangat banyak manfaatnya. Sebab, disini banyak makalah-makalah yang membahasa bahwa Islam indonesia selalu terbuka,” ujarnya.
Ia menjelaskan, faktor utama hilangnya kebhinekaan yang ada pada setiap negara, khususnya Indonesia akan sangat sulit dijabarkan secara gambalng. Namun hal tesebut dapat dilihat dari dari sejarah yang ada. Misal, ketika sebuah universitas atau semacamnya memiliki satu ajaran religi, maka kemudian orang-orang didalamnya akan berada pada paham yang sama.
“Dari situ, secara otomatis universitas tersebut akan terfokus orang-orang yang satu pemahaman saja. Hal itu, akan terjadi pada dunia apa pun. Untuk itu penting adanya dialog,” kata dia.(*)
Laporan Sugiono,Wartawan Jejamo.com