Jejamo.com, Bandar Lampung – Aksi teror yang mengguncang Sarinah Jakarta Pusat Kamis lalu, 14 Januari 2016, memancing pakar hukum Universitas Bandar lampung (UBL) untuk turut bersuara.
Pengamatan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UBL Refandi Ritonga mengatakan, timbulnya terorisme berkedok agama termasuk kelanjutan bentuk pengalihan pola pikir dan sikap oknum radikal yang tidak menerima dasar ideologi bangsa.
Alumnus Magister Hukum UBL tahun 2012 ini juga menilai, perjalanan bangsa di tengah terpaan modernisasi dan globalisasi juga ditandai merebaknya demokrasi berbasis kapitalisme, liberalisme, hingga hedonisme yang menimalisasi azas Demokrasi Pancasila.
Hal itu dapat mengakibatkan munculnya ketidakpuasan beberapa pihak internal maupun eksternal yang ingin memaksakan perubahan ekstrem dari arah, hak, dan wewenang kebijakan bangsa ke marwah garis keras pergerakan organisasi ataupun pemikiran utama pemimpinnya.
“Kita perlu pertanyakan lagi, ke mana peran stakeholder bangsa untuk mengantisipasinya. Perlu ada peningkatan kerja sama dari pemegang kebijakan, kaum profesional, hingga akademisi dan praktisi yang haluannya nasionalis maupun agamais,” kata Refandi seperti dalam rilis yang diterima jejamo.com, Sabtu, 16/1/2016.
Sementara, anggota Biro Kemahasiswaan UBL RM Barusman, Sabtu, 16/1/2016, berharap, para alim ulama, pemuka kerohanian, hingga tokoh masyarakat bisa menyadarkan oknum masyarakat yang telah melenceng dari kaidahnya.
Setelah ini, ke depannya pria yang juga koordinator UKM Rohani Kristen-Protestan UBL ini meminta pemerintah berani menghukum berat atau bahkan mengekstradisi WNI dan atau WNA yang terbukti terlibat gerakan radikal, dan segera merehabilitasi korban-korban yang tercuci otaknya.
Sementara, Ketua Program Studi Ilmu Hukum UBL Erlina mengingatkan, pemerintah daerah juga dituntut dapat menggandeng pola-pola kepercayaan dan adat masyarakat agar tidak terindikasi ke arah radikal, terutama penerapannya tidak bertabrakan dengan kepentingan bangsa maupun negara.(*)