Jejamo.com, Bandar Lampung– Mustafa Zailani, ditetapkan sebagai tersangka atas kepemilikan bahan peledak oleh Polda Lampung, merupakan anak pengusaha pemilik pembuatan perahu kapal di Telukbetung Selatan, Bandar Lampung.
Ketua RT 024, Rudin Waluyo, mengatakan, Mustafa Zailani merupakan anak dari Haji Zailani, dan sejak kecil tinggal di RT 024, lingkungan II, Gang Kelapa, nomor 65, Kelurahan Pesawahan, Kecamatan Telukbetung Selatan, Bandar Lampung.
“Orangtuanya dituakan di sini oleh komunitas suku Buton Kota Baubau, Sulawesi. Orangtuanya merantau ke Lampung tahun 1970 an, bekerja sebagai nelayan, kemudian membuka usaha galangan kapal nelayan,” ujarnya kepada jejamo.com, saat ditemui di kediamannya, Senin, 25/9/2017.
Selang beberapa tahun, kata Waluyo, saat usaha orangtuanya sukses di Lampung. Kemudian mulai berdatangan saudara-saudaranya dari Buton .”Sehingga di sini kebanyakan warga suku Buton. Kalau dilihat dari sejarahnya, komunitas suku mereka ahli membuat bom ikan, tapi itu orangtua dulu. Tapi sekarang, sudah nggak ada lagi pembuatan bom ikan disini,” terangnya.
Namun demikian, menurutnya Mustafa tidak pernah menjalani usaha usaha di bidang nelayan. Dia hanya pedagang gipsum dan penyulingan air.
Mustafa Zailani mempunyai empat orang anak dari istri pertama bernisial N yang merupakan tetangganya sendiri berprofesi sebagai seorang pengajar di ponpes. Pernah mengenyam pendidikan di SMP Cimeng, sekarang sudah menjadi SMP Negeri 6, Telukbetung Selatan dan SMAN 2 Tanjungkarang lalu lulus sarjana pertanian Universitas Lampung.“Ia pengajar ponpes di Ukhuwwah Islamiyyah di Batu Putu, istrinya juga mengajar disana,” kata dia.
Rudin mengatakan, sebelum bergabung dengan salah satu kelompok pengajiannya, Mustafa dikenal kesehariannya cukup baik dan selalu terbuka dengan warga.”Namun, setelah bergabung orangnya sedikit tertutup dan jarang bergaul dengan warga. ada perubahan dalam dirinya lebih prefentif dan fokus di organisasinya sehingga jauh dengan warga,” ujarnya.
“Sering kelompoknya menggelar pengajian disini tapi tidak pernah laporan kepada ketua RT.” Cuman nikahin anaknya dua kali saya diundang, karena kebetulan buku nikah harus ada saksinya, itu juga tanpa penghulu, mereka menganggap penghulu hanya simbol jadi yang menikahkan dia sendiri,” urainya.
Dia menambahkan, Mustafa menikahi istri kedua bernisial UY tidak diketahui warga sekitar, UY merupakan seorang janda yang sudah dikaruniai tiga orang anak dari suami pertama.”Saya gak tau kalau dia pindah ke Gedung Air. Yang saya tahu orangtuanya punya banyak rumah,” tandasnya.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com