Jejamo.com, Kota Metro – Tim Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Metro menutup sementara Caffe Lacosta di Jalan AR Prawiranegara Metro Pusat. Tim satgas menduga cafe tersebut menjadi tempat pasien terkonfirmasi positif Covid-19 nomor 22 bertemu dengan pasien nomor 17, Selasa, 22/9/2020.
Dari hasil tracing pasien nomor 22 usai positif Covid-19, diketahui ia sempat melakukan pertemuan dengan pasien nomor 17.
Penutupan tersebut dipimpin oleh Kabid Penegak Perda Yosep Nano Taek bersama tim gabungan satgas TNI-Polri.
“Dari hasil tracing HS pasien nomor 22 hanya kontak erat dengan ibunya. Namun, sebelum dinyatakan positif, dirinya sempat melakukan pertemuan dengan pasien nomor 17 di Caffe Lacosta,” kata Yosep kepada Jejamo.com
Yosep juga menjelaskan, dari hasi penuturan pasien, dirinya melakukan pertemuan di cafe tersebut bersama 4 orang lainnya.
“Ada 4 orang yang duduk satu meja dengan pasien nomor 22 termasuk pasien 17 dan ke empat lainnya masing-masing membawa temannya. Total dari pertemuan tersebut ada sedikitnya 25 orang yang akan dilakukan rapid test, termasuk pemilik cafe,” jelas Yosep.
Demi memutus mata rantai penularan Covid-19, cafe tersebut ditutup sementara selama 14 hari ke depan dan akan dibuka kembali apabila pemerintah setempat mengeluarkan izin operasional kembali.
Berita ini sekaligus menjadi hak jawab dan koreksi dari pemilik Caffe Lacosta yang menilai judul berita “Jadi Tempat Penularan Covid-19, Caffe Lacosta Metro Ditutup Sementara” yang dimuat Jejamo.com terlalu tendensius.
Pemilik Caffe Lacosta mengatakan ia menutup cafe miliknya bukan karena jadi cluster, tetapi karena takut ada karyawan yang terinfeksi. Setelah semua dinyatakan benar-benar negatif, imbuhnya, maka Caffe Lacosta akan buka kembali. Pihaknya juga mengatakan sudah menjalankan protokol kesehatan sesuai dengan SOP.
Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.[1] Hak jawab digunakan ketika pemberitaan di media, baik media cetak, media siber, maupun media elektronik, bertolak belakang dengan fakta yang terjadi dan mencemarkan nama baik seseorang atau sekelompok orang.[1] Peraturan tentang hak jawab ini dimuat Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999 dalam pasal 1, pasal 5, pasal 11, dan pasal 15.(*)[Abid Bisara]