Kamis, November 7, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Tokoh Adat Lampung Bandar Pepadun Meriahkan Puncak Begawi

Tokoh adat setempat, Muhammad Ali bergelar Sutan Bandar marga dari tiyuh Dedung Ratu (tengah) yang didampingi Ali Hasan DS Gelar Ratu Gelombang (kanan) dan Suwandi Zakaria bergelar Minak Ngemum (kiri) foto bersama usai diwawancarai awak media, Senin 25/1/2016. | Buhari/Jejamo.com
Tokoh adat setempat, Muhammad Ali bergelar Sutan Bandar marga dari tiyuh Dedung Ratu (tengah) yang didampingi Ali Hasan DS Gelar Ratu Gelombang (kanan) dan Suwandi Zakaria bergelar Minak Ngemum (kiri) foto bersama usai diwawancarai awak media, Senin 25/1/2016. | Buhari/Jejamo.com

Jejamo.com, Tulangbawang Barat – Puncak acara Begawi turun duwai dan cakak pepadun suku bandar pepadun No. 66 tiyuh Karta marga Buay Bulan Udik Megou Pak, Tulangbawang, berlangsung hari ini, Senin 25/1/2016.

Sebanyak 14 orang dari suku Lampung Bandar Pepadun No. 66  mengikuti prosesi Turun Duwai dan Cakak Pepadun. “Empat orang akan mengikuti prosesi langsung pepadun dan 10 orang mengikuti turun duwai, kemudian pepadun,” kata tokoh adat setempat, Muhammad Ali bergelar Sutan Bandar marga dari tiyuh Dedung Ratu yang didampingi Ali Hasan DS Gelar Ratu Gelombang, Senin 25/1/2016.

Menurutnya, keempat orang yang akan menaiki pepadun untuk penyematan gelar suttan atau raja tidak melalui pacah aji lagi karena sudah menjalani sebelumnya.  Kemudian bagi yang akan turun duwai akan mendapatkan gelar minak atau tuan.

“Sebelumnya pak Firwansyah  sudah menjalani Turun Duwai dan bergelar Tuan raja intan, namun setelah menaiki pepadun, maka ia akan bergelar suttan raja intan,” katanya.

Kemudian, ia menjelaskan, apabila seseorang tersebut belum menikah saat naik pepadun, maka akan diwakilkan oleh neneknya sebagai perwakilan istri sementara dan nantinya juga akan dikenakan biaya Rial (uang) yang nantinya akan  diputuskan oleh penyimbang adat

“Seseorang tersebut bisa  juga memakai nampan dengn mendudukan siger disampingnya sebagai perwakilan istrinya saat naik pepadun,” ucapnya.

Ia melanjutkan, setelah turun duwai dan cakak pepadun, maka acara akan dilanjutkan dengan meruruh kayu aro sebagai tanda berakhirnya acara Begawi. Kemudian dilanjutkan Mengan kibau dan Dau Adat Gawi  (pembagian penurunan biaya adat yang dibagiakan kepada penyimbang perwatin yang hadir dari bidang suku pepadun).

“Bertindak pertama kali dalam meruruh kayu aro, adalah Miwul Mengian ( kakak / adik ipar yang mempunyai hajat,” imbuh dia.

Sebelumnya, Minggu, 24/1/2016, pihaknya sudah menggelar nerimo anjau dan manjau yang telah dilakukan selama 2 hari. Anjau sendiri dibagi menjadi 2, yakni Anjau Kelamo atau manulung (ibu dari yang punya hajat) dan anjau wajib, puhak (besan) untuk meruruh kayu aro.

Dalam kegiatan manjau sendiri, ada prosesi Tebat Apeng (menanyai keperluan kedatang tamu) dan tuan rumah menunggu. Setelah ada sesumbahan (kesepakatan) sebagai pembuka kunci, maka baru diperbolehkan masuk dengan menyerahkan amplop yang berisi uang sebesar Rp 60 ribu.

Kemudian tamu dipersilahkan duduk di lapang agung (tempat berkumpul para penyimbang untuk membahas kegiatan gawi). “Kemudian, tamu yang datang (pemahau)dihargai oleh saiful hajat. Kemudian, saiful hajat  memberi penghargaan kepada tamu yang datang,” ucapnya.

Setelah itu, Pemahau menyerahkan Selepou (alat sirih) seperti sirih, rokok dan uang pungutan sekitar Rp. 12 ribu. Selanjutnya, orang yang datang dari pihak kelamo atau manulung, bagi yang mampu, membawa kerbau hidup untuk dipotong dalam gawi ini.

“Kalau tidak mampu membawa kerbau, maka bisa diganti dengan uang (kebau gamban),” katanya. Kemudian, malam harinya, acara dilanjutkan dengan cangget agung yang menghadirkan para muli mekhanai anak penyimbang adat dengan memakai pakaian adat secara lengkap.

“Muli memakai pakaian adat bewarna putih, siger, tapis. Mekhanai berpakaian Mekhanak Ngayak (berpakaian adat, kopiah, selendang),” ucapnya.

Selanjutnya, muli mekhanai dengan berpakaian adat secara lengkap tersebut menari beberapa tarian, seperti tari penyimbang, besabayan dan belakauan.

“Seperti hari ini sebelum turun duwai, diawali tigel sesabayan, belakauan dan menginjak senjata.
Namun, karena ada tamu yang hadir, maka acara diiawali dengan tigel sumbai (penghargaan dari marga lain untuk menyaksikan) seperti abung, sungkai, pesisir,” ujarnya.

Untuk diketahui, suku Lampung Pepadun. Megaou pak terdiri dari marga Buay Bulan, marga Tegamoan, marga Suay Umpu, marga Aji, marga yang lain Abung Sewo Megou, Sungkai Bunga Mayang, Way Kanan, Pubian Tegou Sukou.

Tata krama di Lampung pepadun ada juga yang suami istri duduk di cakak pepadun dengan didampingi pengawal (Cikughanan) dengan memakai gelar minak atau tuan, sebelah kanan memegang keris,  kiri memegang pedang dan belakang  pepadun memegang payan.

Selain itu, payung yang digunakan saat acara juga memiliki arti tersendiri, payung bewarna merah artinya suku, kuning artinya tiyuh dan putih artinya marga.(*)

Laporan Buhairi Aidi dan Mukaddam, Wartawan Jejamo.com

Populer Minggu Ini