Jejamo.com, Kota Metro – Hotel Aidia Grande menolak Siswa tak mampu asal SMK Muhammadiyah 3 jurusan Perhotelan untuk magang dengan posisi house keeping atau tenaga kebersihan kamar. Siswa bernama Novi Maryana (16) sebelumnya diterima menjalankan program magang di Hotel Santika pada posisi house keeping, namun karena keterbatasan biaya hidup Novi terpaksa tidak melanjutkan program magang di hotel bintang empat tersebut.
Pihak sekolah kemudian memberikan alternatif mencari hotel lain yang dekat dengan tempat tinggalnya di Kota Metro. Dengan catatan hotel tersebut berkategori bintang tiga.
“Novi kami izinkan untuk magang di Kota Metro yang dekat dengan tempat tinggalnya, agar memperoleh pengalaman dan pembelajaran yang baik kami menyarankan di hotel yang setidaknya berbintang tiga,” jelas Rini, pengajar perhotelan SMK Muhammadiyah 3 mewakili wali kelas Lusi Kurnia.
Namun, malang, pihak hotel menolak pengajuan magang Novi dengan alasan kurang berkas dan ketidakcakapan Novi dalam berbahasa asing.
Penolakan Aidia Hotel itu dinilai Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kota Metro tidak memiliki kepekaan sosial. Ali Imron, ketua organisasi pers yang terdiri dari CEO media siber itu bahkan mempersoalkan kembali tanggung jawab sosial yang diberikan Aidia Hotel melalui CSR setelah melanggar DAS. Menurut Ali, Pemkot Metro harus terbuka soal CSR yang diberikan hotel tersebut apakah layak dengan dampak banjir yang ditimbulkan akibat bangunan Aidia Hotel yang sebagian berdiri di atas saluran irigasi.
“Aidia Hotel seharusnya peka sosial dan memiliki kontribusi terhadap perikehidupan masyarakat, jika sekedar menerima siswa magang yang notabene tidak digaji saja tidak mau bagaimana dengan besaran CSR yang selama ini diberikan kepada pemerintah Kota Metro? apakah mencukupi dibandingkan dampak lingkungan atas berdirinya hotel itu di atas aliran irigasi?” tegas Ali.
Sementara, Vice Director KARA Akademi, Rofingatus, yang pernah menjabat sebagai Human Resources (Sumber Daya Manusia) Recruitment di Cafe Batavia menilai kemampuan bahasa asing tidak begitu dibutuhkan untuk posisi back liner (posisi yang jarang bersinggungan dengan tamu). Menurut Rofi sangat kecil kemungkinan terjadi percakapan antara back liner dengan tamu, sehingga pekerja yang kurang mampu berbahasa asing biasanya ditempatkan sebagai back liner.
“Pengalaman saya sebagai HR Recruitment biasanya SDM yang kurang memiliki kemampuan bahasa asing, apalagi yang tidak pedean (percaya diri) biasanya memang ditempatkan di back liner seperti house keeping atau bagian dapur seperti cook helper dan steward , bukan posisi yang mewajibkan dia untuk berinteraksi dengan tamu setiap saat seperti front officer dan F&B service misalnya. Apalagi jika sekedar pegawai magang, yah justru semestinya kekurangannya diterima karena bekerja sambil belajar tanpa digaji,” jelas Rofi.
Perihal penolakan siswi tak mampu untuk magang, pihak Aidia Hotel melalui Human Capital Manager, Ade Alfa, mengatakan tidak perlu menanggapinya sekarang. Menurut Ade ia perlu berdiskusi dengan wali murid dan pihak SMK Muhammadiyah 3 terlebih dahulu.
“.. saya tidak perlu tanggapi sekarang, saya mau undang Pak Arief (wali murid) untuk diskusi ringan ..saya juga sudah undang SMK 3 untuk hadir besok biar informasinya jelas dan kredibel,” katanya melalui pesan Whatsapp. (*)