Jejamo.com – Sikap pemerintah Inggris yang menerapkan pajak khusus bagi pembalut wanita terus digugat warganya. Relawan bank makanan Darlington Salvation Army (DSA) mengatakan perempuan tunawisma di Inggris terpaksa menggunakan saputangan, kaus kaki bekas, dan kertas koran sebagai pengganti pembalut atau tampon.
Halaman Independent melaporkan, Kamis, 17 Maret 2016, sebagai upaya mengatasi persoalan itu, DSA mulai membagikan produk saniter gratis dan berkampanye meningkatkan kesadaran akan risiko pada perempuan yang tidak menjaga kesehatan organ intim mereka.
DSA bahkan telah memulai kampanye yang disebut sebagai “Mengemis Tampon” untuk menekan pemerintah Inggris agar segera mengambil tindakan guna mengatasi masalah tersebut. Kampanye lain, disebut sebagai “Periode Tunawisma”, menyerukan pemerintah menyediakan produk sanitasi gratis di tempat penampungan tunawisma.
Perempuan yang menggunakan kaus kaki bekas atau kertas sebagai pengganti pembalut bisa terkena penyakit, seperti infeksi saluran kemih dan infeksi vagina. Namun mereka terpaksa menggunakannya karena tidak mampu membeli pembalut.
Mayor Colin Bradshaw, yang menjalankan DSA di Durham, dekat Middlesbrough, mengatakan ia terkejut bahwa situasi tersebut terjadi di Inggris, terutama di abad ke-21. “Tidak seharusnya perempuan berada dalam situasi ini. Tidak seharusnya perempuan mengemis untuk sebuah tampon,” katanya.
Dia menambahkan bahwa DSA telah menghubungi setiap anggota parlemen perempuan. Tapi, dari 191 orang, hanya tiga yang menjawab. Di Inggris, tampon dikenai pajak barang mewah dan barang-barang non-esensial, meskipun faktanya wanita harus menggunakan produk saniter tersebut secara berkala.
Sebuah petisi untuk Perdana Menteri Inggris David Cameron agar mengakhiri pajak tampon telah mengumpulkan 317.765 pendukung.(*)
Tempo.co