Kamis, November 7, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Wali Kota Metro Sebut Normalisasi Sungai Terakhir 15 Tahun Lalu

Wali Kota Metro Wahdi (tengah) beserta jajaran berfoto bersama usai talkshow yang digelar Saburai TV, Selasa, 8/11/2022. | Anggi/Jejamo.com

Jejamo.com, Kota Metro – Wali Kota Metro Wahdi Siradjuddin menyebut normalisasi saluran air dan sungai sudah lebih dari 15 tahun tidak pernah dilakukan. Hal itu diduga menjadi salah satu indikator penyebab banjir yang tiap musim selalu menjadi momok bagi warga di Bumi Sai Wawai.

“Saya turun langsung ke lokasi banjir, tidak sebentar meninjau hingga pada akhirnya menemukan persoalan-persoalan penyebab ini terjadi. Seperti misalnya normalisasi sungai, itu kan terakhir kali dilakukan sudah lebih dari 15 tahun lalu,” ujar Wahdi saat menjadi narasumber dalam acara talkshow Saburai TV di Rumah Dinas Wali Kota Metro, Selasa, 8/11/2022.

Mengenai hal itu, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan para stakeholder terkait untuk melakukan normalisasi saluran air, mengingat kewenangan terhadap dua sungai besar yang ada di Kota Metro berada dalam lingkup Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Mesuji Sekampung.

“Seperti Sungai Way Batanghari dan Way Bungur itu kan di bawah kewenangan balai besar. Maka kita akan koordinasi, menyurati balai besar untuk melakukan normalisasi sungai,” tambahnya.

Tak hanya itu, Wahdi juga menginstruksikan kepada para kepala organisasi perangkat daerah (OPD), terkait dengan pemberian izin Pendirian Bangunan Gedung (PBG) untuk lebih ketat dalam mengeluarkannya, apalagi untuk bangunan yang ada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Soal pemberian izin itu ini jadi pekerjaan rumah kita bersama. Harus lebih ketat lah ini. Sudah terlihat kan dampak dari pembangunan seperti itu?,” cetusnya.

Wahdi juga mengimbau masyarakat Kota Metro agar bersinergi bersama pemerintah dan berperan untuk sama-sama menjaga kebersihan lingkungan, terlebih mengingat curah hujan yang diprediksi akan deras pada akhir tahun.

“Ya. Sudah benar kan jadi? Kerusakan itu sudah tampak bukan karena alamnya, tapi karena memang ulah manusianya. Kan gitu. Maka, bersahabatlah dengan alam, tidak kita saling menyalahkan, kita gotong-royong yuk membangun kota kita. Sama-sama ini kota kita, bersihkanlah saluran-saluran drainase yang memang ada di depan rumah kita, kalau itu semua kita lakukan secara gotong-royong maka saya yakin, gak akan ada masalah banjir lagi. Itu saja saya ingatkan,” tandasnya.

Di kesempatan yang sama, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Metro Anang Risgiyanto memaparkan bahwa secara topografi, Kota Metro merupakan daerah seperti sebuah cekungan dan memang berpotensi banjir.

“Metro itu tanahnya cekungan, jenis tanahnya Aluvial soil yang memang Allah takdirkan untuk persawahan sebenarnya. Maka kita sudah mendesain langkah-langkah yang harus dilakukan baik secara struktural maupun non struktural,” papar Anang.

“Misalnya membuat bangunan pengendali banjir dan upaya meningkatkan performance sungai dan tanggul, itu langkah struktural. Kemudian, pengelolaan DAS, pengaturan tata guna lahan untuk itu perkuat TKPRD terkait perizinan bangunan, penanganan kondisi darurat bahkan hingga penyuluhan pada masyarakat itu yang jadi langkah non-strukturalnya,” tambahnya.

Senada dengan Wali Kota Metro, Kepala Bappeda juga menyarankan agar penegasan dilakukan saat diterapkan pengawasan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah (TKPRD) dan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) perihal pendirian suatu bangunan.

“Harus benar-benar diterapkan persoalan perizinan TKPRD BKPRD, agar kesadaran saat membangun bangunan itu terbentuk, supaya pikirkan juga saluran drainasenya. Salah satu aksi yang harus segera dilakukan, ya soal pemberian izin mendirikan bangunan di DAS, ini hal mutlak yang harus dilakukan karena memang aktivitas itu pada akhirnya berdampak juga ke soal-soal terhadap lingkungan, mulai dari pencemaran hingga banjir seperti sekarang ini,” jelasnya.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kota Metro, Robby Kurniawan Saputra mendorong unsur dalam masyarakat untuk membumikan kembali budaya gotong-royong, dalam hal ini bersama dengan pemerintah bersinergi membersihkan saluran air di lingkungan.

“Butuh kesadaran masyarakat, kita sama-sama gotong royong bersama masyarakat, pamong, RT-RW kita ajak semua bergotong-royong membersihkan saluran-saluran air kita, dari drainase, irigasi yang mana itu butuh peran serta masyarakat juga. Masyarakat juga ya mohon maaf ini, ya mesti sadar diri. Kalau saluran air itu kan bukan untuk dibangun tempat tinggal, jangan bikin bangunan berbatas langsung atau bahkan di atas saluran air. Itu kan tidak benar itu, ya mohon maaf saja ini,” cetus Robby.

Mengenai pendirian bangunan di tempat yang bukan semestinya seperti di DAS, pihaknya akan berkolaborasi dengan penegak perda untuk melakukan penertiban.

Terakhir, Robby juga menyinggung soal ketentuan jarak mengenai pendirian bangunan di sekitar DAS. “Kita mesti tegas menegakkan aturan, setiap pemohon yang mengajukan PBG itu nanti akan kita lihat, bagaimana sistem drainasenya dan lain-lain. Kemudian juga, ketentuan garis sepadan sungai itu sama dengan kedalaman sungai, begitu juga dengan anak sungai, drainase, irigasi dan lainnya, harus sesuai aturan,” tandasnya.(*)[Anggi]

Populer Minggu Ini