Jejamo.com – Hasil hitungan cepat referendum Inggris memperlihatkan warga Inggris memilih keluar dari Uni Eropa setelah 43 tahun, dengan perbandingan jumlah suara sekitar 52% dan 48%. Ketua Partai Kemerdekaan Inggris (UKIP), Nigel Farage menyatakan hari ini, Jumat, 24/6/2016, sebagai hari ‘kemerdekaan’ bagi Inggris.
Sebelum hasil voting keluar, Farage telah memprediksi kemenangan Brexit alias Britain-Exit pada Kamis 23/6/2016. “Kami telah berhadapan dengan banyak negara, bank-bank besar, kekuatan politik besar, juga melawan kebohongan, korupsi, dan penipuan. Saya berpikir sekarang kita akan menang,” ujarnya.
“Kita melakukannya tanpa berperang, tanpa mengeluarkan satu peluru pun. Ini semua berhasil berkat segala kerja kita,” ujar Farage.
Suara agar Inggris bertahan di Uni Eropa menandi di London dan Skotlandia dengan persentase 60% toal suara. Namun di luar London, terutama di Inggris Utara, suara pro Brexit unggul lebih banyak.
Meski Inggris kini menjadi negara pertama yang keluar, bukan berarti Inggris langsung kehilangan statusnya sebagai anggota persatuan 28 negara di Eropa itu.
Proses ini membutuhkan waktu setidaknya dua tahun. Selama kampanye, pihak pro Brexit sudah menyatakan agar finalisasi selesai pada tahun 2020, bersamaan dengan jadwal Pemilihan Umum selanjutnya di Inggris.
Referendum Brexit berdampak besar terhadap ekonomi Inggris. Untuk pertama kalinya nilai poundsterling jatuh 3% terhadap dolar Amerika Serikat sejak 1985. Penurunan terlihat saat suara pro Brexit mulai unggul dalam penghitungan suara. Nilai poundsterling juga sudah turun sebesar 6,5% terhadap Euro.(*)
Tempo.co