Selasa, November 12, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Warga Lampung Tengah Korban JTTS Minta Dukungan Politik DPRD Lampung

hering-dprd-lampung
Suasana hiring antara DPRD Lampung dengan sejumlah warga Lampung Tengah terkait tidak sesuainya ganti rugi lahan oleh panitia JTTS, Rabu, 5/10/2016. | Sugiono/Jejamo.com

Jejamo.com, Bandar Lampung – DPRD Lampung menggelar hiring bersama Pengacara Wahrul Fauzi Silalahi dan warga Lampung Tengah menyikapi masalah ketidaksesuainya harga ganti rugi lahan yang telah ditetapkan oleh panitia Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Rabu, 5/10/2015.

Wahrul Fauzi menilai, panitia JTTS telah melanggar Undang-Undang nomor 2 tahun 2015 uttuk menentukan besaran dan nilai ganti rugi lahan yang harusnya melalui musyawarah. “Dalam penentuan harga tanah, semestinya ada ruang negosiasi dengan warga baik sebelum maupun setelah adanya penilaian dari tim apprasial,” ujar Wahrul, usai menggelar rapat dengan Komisi IV DPRD Lampung.

“Undang-undang memberikan keseimbangan dan negosiasi. Kalau yang terlihat sekarang kan tanpa ada musyawarah, artinya panitia telah menabrak Undang-undang,” katanya.

Warga sudah minta Surat Keputusan (SK) penetapan harga tanah dari panitia, karena ingin tahu detailnya. Akan tetapi tidak diberikan. “Alasannya SK itu rahasia negara, dan bukan dibuat oleh panitia. Ini kan aneh, negara ini sudah mulai membudayakan keterbukaan publik. Memangnya itu dokumen intelijen sehingga warga tidak boleh melihat,” kata mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung itu.

Untuk itu, pihaknya yang saat ini secara resmi mendapingi warga ingin meminta dukungan politik dari DPRD Lampung. “Harus ada formulasi yang strategi kepada tim JTTS agar masalah ini ada kepastian, tidak berlarut dan tidak berlaku di ruas jalan tol di daerah lainnya,” ujarnya.

Wahrul menjelaskan, pihaknya dalam hal ini mendampingi warga dari empat desa yang berkonflik dengan panitia JTTS. Dengan rincian yaitu Desa Karang Endah sebanyak 43 orang, Gunung Sugih 60 orang, Seputih Jaya 95 orang, dan warga Gunung Sari 10 orang.

“Mereka sepakat untuk membebaskan lahannya, tapi yang tidak disepakati adalah ketika sudah dibebaskan lahannya, uang ganti ruginya tak cukup untuk cari pengganti lahan,” jelasnya.(*)

Laporan Sugiono,Wartawan Jejamo.com

Populer Minggu Ini