Jejamo.com, Kota Metro – Persoalan Daerah Aliran Sungai (DAS) Hotel Aidia Grande dan Kost Lintang di Kelurahan Metro, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro kembali dipersoalkan warga. Pasalnya hingga kini belum ada tindakan nyata dari pemerintah kota (pemkot) setempat untuk menyelesaikannya.
Sementara warga kembali merasakan dampak akibat dugaan pelanggaran DAS yang dilakukan Hotel Idea dan Kost Lintang seperti mendirikan bangunan di atas saluran irigasi.
Sri, salah satu warga RT 045 Kelurahan Metro yang tinggal tepat di belakang Hotel Aidia Grande mengaku bila hujan turun, genangan air kerap masuk ke dalam rumah lantaran laju air di saluran irigasi terhambat.
“Air itu naik sampai masuk dapur kalua pas hujan deras, sepinggang, rumah sebelah itu aja sampai hampir tenggelam. Tempo hari itu kami sempat makan di luar, pas pulang hujan, begitu masuk jalan arah ke rumah, ya Allah, udah tinggi air itu,” kata Sri Saat dikonfirmasi Koran Stigma, Senin, 19/12/2022.
Dirinya juga menyampaikan, sempat mengeluh kepada pihak hotel. Namun, ibuhnya, pihak hotel mengaku sudah diberi izin oleh Wali Kota Metro.
“Warga sempat datengin pihak hotel, mereka bilang sudah diberi izin wali kota terkait penyempitan aliran ini, tapi kami kurang yakin. Mereka juga bilang sudah telepon Pak Wali juga waktu banjir di sini, tidak lama kemudian sekitar jam 11 malam, Pak Wali datang dengan rombongan ke permukiman kami dan Hotel Aidia, jadi ya sudahlah,” ucapnya.
Sementara itu, Yulia yang juga warga setempat mengaku, pemkot belum melakukan tindakan pasti terkait persoalan banjir akibat dugaan pelanggaran DAS oleh Hotel Aidia Grande dan rumah Kost Lintang.
“Padahal wali kota sudah meninjau lokasi sini dan banjir ini juga gak sekali. Kalau pas meluap itu banyak ular yang muncul ke permukaan, sudah ada beberapa kali pertemuan juga pihak Kost Lintang dan Hotel Aidia, tapi entah pada ngomongin apa mereka, sampai saat ini belum ada penyampaian solusinya,” ujarnya.
Beberapa aturan diketahui melarang adanya bangunan di area aliran air atau sungai seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengairan serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai. Aturan tersebut menegaskan, jark 10-20 meter dari bibir sungai dilarang untuk didirikan bangunan. Batas tersebut merupakan garis sempadan sungai yang harus jadi rujukan.
Lalu, Pasal 5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 28/Prt/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau telah menetapkan mengenai lebar garis sempadan sungai.
Diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, terdapat ancaman pidana bagi pelanggar daerah aliran sungai, di mana setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan kerusakan air dan prasarananya dan pencemaran air sebagaimana dalam pasal 25 huruf b dan d, dan pasal 36, dapat dipidanakan paling lambat 3 (tiga) tahun, paling lama 9 (sembilan) tahun, dengan denda paling sedikit Rp5 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.
Sedangkan, bila sengaja melakukan kegiatan konstruksi prasarana sumber daya untuk kebutuhan usaha, tanpa izin seperti dimaksud pada pasal 40 ayat 3 (tiga) dapat dipidanakan 3 (tiga) tahun penjara, dengan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.(*)[Abid Bisara]